Entri Populer

Kamis, 07 Juli 2011

Ah, Itu Potret Penjahat

Suatu hari saat Syarwan Hamid dengan pengawalan ketat melakukan
inspeksi ke sejumlah pemukiman di Baucau, Timor Timur. Di kawasan itu
Syarwan keluar-masuk rumah penduduk dan memeriksa semua isi rumah
secara detil. Rupanya Syarwan ingin menyaksikan bagaimana penduduk Timor
Timur menata rumahnya, sekaligus seberapa jauh proses integrasi telah
berhasil.
Di ruang tamu beberapa rumah penduduk Syarwan melihat terpampang
gambar burung garuda dan potret Presiden Soeharto serta Wakil Presiden Try
Sutrisno di sebelah kanan-kirinya.
“Wah, ternyata Bapa sudah sadar dengan arti integrasi ya. Dan rupanya
Bapa sudah tahu bahwa presiden di Timor-Timur adalah Soeharto dan
wakilnya adalah Try Sutrisno. Selamat Bapa,” ujar Syarwan sambil
memberikan uang Rp 100 ribu.
Hal itu dilakukannya kepada setiap penghuni rumah yang diketahui
memasang lambang garuda dan potret presiden dan wapres.
Kini giliran rumah Manuel yang dikenal sebagai anti-integrasi diinspeksi
Syarwan dan rombongannya. Ketika masuk ke ruang tamu, Syarwan tampak
tertegun melihat di ruang tamu rumah Manuel tergantung sebuah patung
Yesus Kristus tengah disalib. Sedang di kanan-kirinya terpampang gambar
Soeharto dan Try Sutrisno.
... Manuel dan istrinya sempat tegang. Tapi senyum Syarwan pun segera
mengembang. “Tak saya sangka Bapa Manuel telah sadar dengan arti integrasi.
Terima kasih bahwa Bapa telah menyejajarkan Pak Harto dan Pak Try dengan
Yesus,” ujar Syarwan sambil memerintahkan anak buahnya menyerahkan uang
sebesar Rp 500 ribu sebagai penghargaan kepada Manuel.
Ketika rombongan berlalu, datang tetangga Manuel bernama Mariano.
“Lho bukankah Bapa selama ini anti pada penindasan yang dijalankan oleh’’

penguasa Orde Baru? Apa betul Bapa menyejajarkan Soeharto dan Try Sutrisno
dengan Yesus?” tanya Mariano.
“Ah siapa bilang. Itu kan kata si Syarwan. Apa yang ada di ruang tamu ini
kan seperti adegan penyaliban di Golgota. Saat itu bersama Yesus, turut disalib
dua orang penjahat di sebelah kiri dan kanannya,” jawab Manuel enteng.

Nominasi Nobel

Ada cerita yang baru saja bocor dari Setneg. Begitu Setneg menerima
telegram bahwa Ramos Horta dan Uskup Agung Belo terpilih untuk menerima
Nobel Perdamaian tahun 1996, Moerdiono langsung panik. Benar juga, ia
kemudian dipanggil oleh RI-1 dan didamprat habis-habisan, karena dianggap
tidak becus melakukan lobby untuk memenangkan Hadiah Nobel bagi
Soeharto.
Selidik punya selidik ternyata awal dari prahara ini adalah pada
kesalahan seorang staf baru Setneg yang diperintahkan membuat semacam
surat usulan ke Panitia Nobel. Karena ia sangat mengagumi Soeharto dan
terpesona dengan liputan TV pada saat upacara pemakaman Ibu Negara yang
bak prosesi pemakaman keluarga raja itu, ia menyimpulkan bahwa Soeharto
adalah bangsawan.Di application form-nya ditulisnya gelar bangsawan Raden Mas didepan
nama beliau, yakni R(aden) M(as) S. Harto yang rupanya salah dibaca oleh
Panitia Nobel sebagai singkatan nama Ramos Horta.

Bank Kebal Likuidasi

Di tengah terjadinya kepanikan dan rush yang dialami nasabah dan bank
di Indonesia menyusul likuidasi 16 bank oleh Menkeu dan Gubernur BI,
beredar kabar bahwa ada sejumlah bank yang aman dari ancaman likuidasi
susulan. Setidaknya bank-bank tetsebut tak akan dilikuidasi secara bersamaan.
Bank tersebut antara lain adalah Bank PANIN, Bank TATA, Bank BUKOPIN
dan Bank HASTIN.
Apa pasalnya?
Selidik punya selidik, ternyata Soeharto berkeberatan bila bank-bank
tersebut dilikuidasi akan berakibat dengan munculnya berita “PANTAT BU
TIN (baca: TIEN) DILIKUIDASI”.

Melangkahi Mayat Tien

Beberapa bulan setelah ditinggal mati Tien, Soeharto sering berkunjung
secara periodik ke Astana Giri Bangun dimana Tien dikuburkan. Beberapa pengawal pribadi yang kebetulan melihat, menceritakan bahwa Soeharto
ternyata berkali-kali melangkahi makam Tien.
Usut punya usut, ternyata penyebabnya adalah semasa hidupnya, Tien
pernah berkata kepada Soeharto bahwa kalau suaminya mau menyeleweng
atau beristeri lagi, Tien berujar bahwa Soeharto harus melangkahi mayatnya
dulu. Rupanya Soeharto sangat patuh dengan pesan isterinya itu. Jadi itulah
kenapa dia sering melangkahi mayat isterinya sekarang, karena kebutuhan
alamiah sebagai seorang lelaki tak tertahankan.

Kamus Humor

o
Kamus Humor
AIDS = Aku Ingin Ditelepon Soeharto (catatan: biasanya terjadi pada saat
pembentukan kabinet)
Bimantara = Bambang Ingin Menguasai nusANTARA
Bimantara = BIni, Mantu, Anak TAmak dan RAkus
Golkar = GOLongan KOruptor and Rakus
Habibi = Habis bikin bingung (menjual)
Habibi = Hanya bisa bikin
HARMOKO = gayanya garang bagai HARimau, lucu kayak MOnyet, tukang
jilat kayak Kodok
HARMOKO = HARi-hari oMOng Kosong
IMF = Indonesia Makin Fatal
Internet = Indomie Telur dan Cornet
Internet = Indonesia terkenal negatif terus
Korpri = Korban printah
KUHP = Kasih Uang Habis Perkara
LUBER = LUBangi BERingin
NIP = Nrimo Ing Pandum (Nerima apa adanya, gaji PNS kecil)
PBB = Pajak untuk Babe-Babe
PEMILU = PENipuan Umum
PKI = Partai kolusi antar birokrat militer konglomerat Indonesia
PPP = Putra Putri Presiden (nan rakus)
SDSB = Soeharto Dalang Segala Bencana
STTNAS = Soeharto Turun Tahta Negara Aman Sentosa
Suharto = SUdah HArus Tobat
Suharto = SUka HARta dan arTO
Supersemar = SUharto PERgi SEperti MARcos
Surjadi = SURuh apa saJA jaDI
Timor = Tommy Ingin Maya Olivia Rumantir
Timor = Tommy Itu Memang Orang Rakus
Turunkan harga = Turunkan Harto dan Keluarga
Tutut = Tanpa malu Terima Upeti Terus (sampai mati)
Tutut = Tanpa Usaha Tapi Untung Terus
TVRI = TV Ribut Iuran
UUD '45 = Usaha untuk dilestarikan (walau ada beberapa kelemahan)

Yang Boleh dan yang Tidak

Seorang jendral Militer mengundang para wartawan guna memberi
arahan apa yang boleh diberitakan dan apa yang tidak boleh diberitakan.
“Berita Suksesi tidak boleh ditulis, Presiden tidak suka. Pemogokan
buruh, jangan ditulis, nanti terjadi konflik. Berita korupsi tidak boleh
dipolitisir, wibawa pemerintah rusak. Monopoli tidak boleh menyebut
keluarga Presiden, itu tidak etis. Politik tidak boleh memihak rakyat, nanti
resah. Kenaikan harga tidak boleh dijadikan berita utama, rakyat nanti marah.
Berita ini tidak boleh.... Berita ini tidak boleh....dst.”
Seorang wartawan muda yang tidak sabar lalu menyela, “kalau begitu
Jendral, apa yang boleh kami beritakan?”
Si Jendral menjawab dengan tenang, “ kalian beritakan yang barusan saya
ucapkan!”

Rehabilitasi oleh Tuhan

Di akherat, Tuhan memerintahkan malaikat untuk memberi rehabilitasi
pada para jendral militer yang banyak membunuh rakyat. Untuk itu mereka
akan dikirim kembali dunia, dan ditanyakan apa yang akan dilakukan.
Jendral Franco dari Spanyol, “terima kasih Tuhan, aku akan meminta
maaf pada rakyatku, lalu menjadi biarawan dan memuji namaMu.”
Jendral Salazar dari portugal, “terima kasih Bunda Maria, aku akan pergi
dari pintu ke pintu di seluruh negeri untuk minta dikasihani.”
Jendral Pinochet dari Chile. “terima kasih Jesus, aku akan menjadi buruh
miskin dan memimpin mereka melawan ketidakadilan.”
Seorang Jendral dari Indonesia berkata, “Ampun Tuhan! Tolong jangan
kirim saya ke dunia! Kirim saja saya ke neraka. Biarlah 2 Juta orang komunis
menghujat saya, Ribuan dan ratusan warga Priok, Nipah, Lampung, Tim-Tim,
Aceh , dan korban 27 Juli mengumpat saya! Di dunia sana, 190 juta orang tidak
segan untuk membunuh saya dua kali.”

Rajane Presiden

... ada pejabat pemerintah Indonesia mengadakan peninjauan lapangan di
sebuah kampung di pelosok Pulau Madura (Jatim). Seperti biasanya kalau ada
pejabat pemerintah (dari Jakarta) yang datang masyarakat dikumpulkan untuk
menyambut tamu tersebut, sekalian untuk tatap-muka dan berdialog. ... setelah
berdialog kesana-kemari akhirnya pejabat tersebut ingin mengetest
pengetahuan masyarakat setempat ..., maka dia tanya kepada seorang pria
berumur 40 tahunan ..., sebut saja bapak A.
Pejabat: “ ... bapak A, apakah bapak tahu siapa presiden Republik
Indonesia?”
Bapak A: “ ... yok apa sey (gimana sih), ... presiden Republik Indonesia ...
ya banyak sekali pak!”
Pejabat (... sedikit bingung dan geli ...): “Lho ... apa maksud bapak?”
Bapak A: “Yaah ... presiden Republik Indonesia memang banyak pak,
tergantung keadaan pak, ... kadang-kadang ya pak Harmoko (ket: MenPen), ...
kadang-kadang ya pak Ali Alatas (ket: MenLu), ... tergantung lah pak, ... siapa
yang muncul di televisi ...”
Pejabat ( ... masih geli dan tetap ingin tahu ... ): “Nah ... kalau begitu siapa
dong Pak Harto itu?”
Bapak A (dengan semangat tinggi menjawab): “Wah kalau Pak Harto itu
jelas RAJANE PRESIDEN ... pak!”

Dimana Otaknya

Seorang Indonesia menderita kecelakaan parah sehingga membutuhkan
operasi otak yang canggih di USA. Dokter di USA yang sedang melakukan
operasi tersebut melakukan pembedahan pada kepala korban, namun terjadi
heboh besar karena ternyata didalam kepala korban tidak terdapat otak.
Karena mengalami jalan buntu, dokter tersebut menelpon koleganya yang
biasa menangani operasi otak orang Indonesia. Kolega ini dengan tenangnya
menyarankan agar dokter tersebut jangan mencari otak orang Indonesia di
kepala tetapi di “dengkul” (= lutut) ... voila ... ternyata setelah dicheck ...
memang betul otak orang Indonesia tersebut betul-betul di “dengkul.”

Obral Otak

Pada 30 tahun yang akan datang, teknologi rekayasa genetika sudah
demikian berkembangnya, sehingga cangkok otak sudah dapat dilaksanakan
dengan mudah. Oleh karena itu banyak otak yang diawetkan menunggu pasien
yang membutuhkan. Di suatu bank/toko donor otak dijual otak dari berbagai
negara di dunia. Dibawah ini adalah daftar harga otak berdasarkan negara asal.
Asal Otak Harga
USA free/obral/sale
Inggris Rp. 1.000.000,-
Jerman Rp. 900.000,-
Jepang Rp. 100.000,-
... ...
Indonesia Rp. 1.000.000.000,-
Melihat daftar harga yang semacam itu, seorang turis yang masuk toko
tersebut menjadi heran, terus dia bertanya kepada yang empunya toko
“Pak, ... maaf pak kelihatannya daftar harga anda itu salah dan terbalik”
Yang punya toko: “Oh ... tidak bung, harga otak tersebut memang betul, ...
otak yang termurah adalah otak USA dan Jepang karena sering digunakan jadi
sudah rongsokan, ... kalau anda membutuhkan otak, yang terbaik adalah otak
Indonesia, karena masih orisinil, belum pernah dipakai selama hidup ...”

Joko Handoko

Sehabis mengadakan kunjungan yang memalukan ke Selandia Baru,
Menteri Joop Ave dipanggil Babe kita ke Cendana (agar lebih privat), selain
menanyakan kasusnya, Babe kita ini juga “agak” mengingatkan menterinya ini
karena menurut data yang ada, turis asing yang berkunjung ke Indonesia agak
menurun kuantitasnya.
Gara-garanya adalah kebanyakan orang asing tahu bahwa menteri
Parpostel Indonesia nama-nya pakai nama Belanda, jadi dibenak mereka apa
bedanya dengan berkunjung ke negeri Belanda saja.
Untuk itu Babe kita menyarankan agar Joop ave ganti nama saja yang
berbau Indonesia (khusunya Jawa) sehingga lebih berkesan tradisional dan
lebih menarik minat turis asing.

Dengan sendiko dawuh Joop Ave menuruti saja kemauan Babe kita ini
dan mengusulkan beberapa nama alternatif, namun rupanya Babe kita ini
masih kurang berkenan sehingga dengan suara agak keras beliau ini berkata
“Mulai detik ini nama kamu saya ubah menjadi JOKO HANDOKO”.
Dengan takut-takut si Joop ini bertanya “Artinya dan maknanya apa
Pak?”. “Artinya kamu adalah seorang perjaka yang HANya DOyan KOnci”
jawab Babe Soeharto dengan sedikit meringis

Mohon Petunjuk

Pada waktu mengadakan kunjungan kerja ke daerah meninjau
kelompencapir (kelompok penjilat, pengecap dan tukang sihir). Menteri
Harmoko disertai para punakawan (al. Dirjen RTF, PPG dan Direktur TVRI=TV
Ribut Iuran) menaiki pesawat dengan gayanya yang kocak dan khas. Seorang
pramugari yang tergopoh-gopoh (karena melayani menteri) secara tidak
sengaja menyenggol topi yang dipakai bapak menteri kita ini, sehingga topi tsb.
terjatuh.
Sang pramugari secara spontan dan wajah sedikit ketakutan segera minta
maaf dan akan mengambil topi yang terjatuh itu. Tapi apa yang terjadi?
Harmoko segera menghardiknya “Stop, jangan diambil dulu !” Sang pramugari
bertanya dengan nada heran “Kenapa pak?”
“Saya akan minta petunjuk dahulu kepada Bapak Presiden” jawab
Harmoko kalem, sambil memberi perintah pada salah seorang punakawan
untuk mengontak Cendana melalui HP-nya.

Srimulat

Beberapa tahun silam, panggung Sri Mulat (kelompok lawak tradisional
asal Jawa Timur) di Taman Ria - Senayan ditutup. Apa pasal? Menurut desasdesus
yang beredar di kalangan seniman lawak dikatakan bahwa bubarnya SriMulat di Taman Ria - Senayan karena “kalah lucu” dengan banyolan para
anggota DPR yang kebetulan berlokasi di dekatnya.
Benar tidaknya wallahualam, karena nyatanya Sri Mulat jadi sepi
penonton.

Dwi Fungsi

Sugiyo sudah berumur 42 tahun dan mempunyai 4 orang putra.
Hari ini ia mengumpulkan semuanya dan menanyakan cita-cita mereka.
Si Sulung, Tohar, “Saya ingin menjadi direktur perusahaan dan
Wiraswasta.” Si Nomor dua, Suhar, “Saya ingin menjadi Ulama yang terkenal.”
Si Bungsu Suto, “Saya ingin jadi anggota DPR.”
Sugiyo gembira mendengar cita-cita anaknya, lalu ia berkata, “Kalau
begitu kalian semua harus masuk ABRI.”

Arwah Machiavelli

Arwah Machiavelli berkeliling dunia hendak melihat konsep kekuasaan
di berbagai negeri.
Pada Presiden Prancis ia bertanya, “ bagaimana cara anda bisa berkuasa?”
Dijawab, “kalau saya dipilih via pemilu, yang suka memilih saya, yang tidak
suka boleh jadi oposisi!”
Pada Presiden Amerika ia bertanya, “ Bagaimana kau bisa berkuasa?”
Dijawab, “ Saya bisa berkuasa karena para bankir dan pengusaha ada di
belakang saya.”
Pada Presiden Rusia ia bertanya, “ Bagaimana kalian bisa berkuasa?”
Dijawab, “ Saya bisa berkuasa karena menjanjikan kemakmuran bersama.”
Pada Presiden Indonesia ia juga bertanya. “Bagimana cara kau bisa terus
berkuasa.” Dijawab, “ Karena Saya Berkuasa!”.
Machiavelli bersujud.

Benazir Bhutto dan Tutut

Mbak Tutut, anak Soeharto, sangat ambisius sekali untuk menjadi
pemimpin negara, walaupun kemampuannya hanya begitu-begitu saja. Saking
ambisinya, Tutut berusaha menghubungi orang-orang beken dunia untuk
dimintai nasehat. Yang menjadi pilihan Tutut untuk dimintai nasehat adalah
perdana menteri wanita Pakistan, Benazir Bhutto.

Pada konsultasi yang pertama melalui telepon, Tutut bertanya, “Mbak
Benazir, coba tolong saya, bagaimana sih caranya untuk bisa menjadi
presiden.”
“Oh, itu mudah,” ujar Benazir, “coba Mbak Tutut memakai kacamata
seperti saya.”
Tutut segera melaksanakan nasehat Benazir, memakai kacamata. Namun
sudah sebulan menggunakan kacamata, tetap tidak dipilih mejadi presiden.
Terus dia telepon lagi Benazir.
“Mbak Benazir, gimana nih,” kata Tutut, “masak saya sudah memakai
kaca mata, kok masih belum dipilih juga menjadi presiden.”
“Oh, memang masih ada syarat yang lainnya sih,” ujar Benazir, “coba
Mbak Tutut memakai kerudung seperti saya.”
Tutut segera melaksanakan nasehat Benazir, memakai kerudung.
Ternyata berhasil, sesudah sebulan menggunakan kerudung, Tutut akhirnya
diangkat menjadi menteri lauk-pauk (= menteri Soksial). Namun dasar rakus
dan ambisius, Tutut tetap ingin mejadi presiden. Terus dia telepon lagi Benazir.
“Mbak Benazir, gimana nih,” ujar Tutut di telepon, “masak saya sudah
berkacamata dan berkerudung seperti Mbak Benazir, tetapi kok saya cuma
dipilih jadi menteri. Gimana sih syaratnya supaya jadi presiden.”
Dengan agak sungkan Benazir menjawab, “Memang sih, masih ada syarat
yang lain, cuma yang ini paling berat dan mungkin anda tidak mampu
melaksanakannya!”
Tutut karena penasaran dan ambisius, dengan semangat berapi-api
bertanya lagi, “Ayo donk Mbak Benazir, katakan saja syarat itu, saya pasti akan
melaksanakannya.”
Benazir Bhutto tetap saja sungkan memberitahukan syarat yang terakhir
itu, namun karena didesak oleh Tutut berkali-kali, akhirnya Benazir berkata,
“Begini dik Tutut, supaya anda dapat menjadi presiden, anda harus mengikuti
langkah saya yaitu bapak anda harus digantung seperti yang dialami bapak
saya.”

Kiat Tommy Menurunkan Harga Semen

Pada saat wawancara di TV, Tommy menyombongkan diri bahwa dia bisa
menurunkan harga semen secara cepat. Pewawancara dengan sigap bertanya,
“Bagaimana caranya?” Tommy dengan kalemnya menjawab, “Bentuk saja
Badan Penyangga Perdagangan Semen, pasti harga semen akan turun. Seperti
saat BPPC dibentuk, harga cengkeh langsung turun drastis.”

Pengalaman Soeharto

Seperti jamaknya pensiunan jendral ABRI di negara kita, mereka masih
dipekerjakan di sektor swasta atau di lembaga-lembaga lain yang
membutuhkan atau dipaksa untuk membutuhkan. Kata mereka yang membela
sistem ini adalah untuk mengurangi dampak negatif dari apa yang terkenal
dengan “post power syndrome.”
Rupanya Soeharto pun tidak lepas dari kerangka berpikir seperti di atas.
Jadi dia memang masih berharap jika dia pensiun dari presiden, masih
dibutuhkan di tempat lain.
Namun, sebagai jendral, rupanya dia sudah membayangkan skenario
yang bakal terjadi kalau dia pensiun. Beginilah bayangan dia: “Kalau saya nanti
pensiun, dan akan ditempatkan di suatu perusahaan, pasti akan diadakan
wawancara dahulu.” Kemudian Soeharto membayangkan percakapan dalam
wawancara tersebut adalah sebagai berikut:

Pewawancara, “Pak Harto, apakah pengalaman bapak sebelum ini?
Soeharto menjawab, “Saya berpengalaman menjadi presiden!”
Pewawancara, “Apakah Pak Harto berpengalaman mendidik isteri?”
Soeharto menjawab dengan agak malu, “Saya tidak berpengalaman”
Pewawancara, “Apakah Pak Harto berpengalaman mendidik anak?”
Soeharto menjawab dengan tersipu, “Saya tidak berpengalaman”
Pewawancara terus saja melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang biasa
dilontarkan kepada orang-orang biasa, ternyata setiap pertanyaan tersebut
dijawab oleh Soeharto dengan “tidak berpengalaman” yang tentu saja betul.
Oleh karena itu, Soeharto, setelah membayangkan kemungkinan diterima
untuk menjadi pegawai di suatu perusahaan adalah kecil, dan mengingat dia
tidak punya pengalaman selain menjadi presiden, maka dia bersumpah dalam
hati: “Aku harus jadi presiden, sampai mati!, karena itu saja yang saya
pengalaman.”

Matematika Uang

Di salah satu sekolah dasar di Yogyakarta, seorang guru mengajarkan
matematika, dengan menggunakan uang rupiah sebagai sarana
penyampaiannya.
Bu Guru bertanya, “Perhatikan anak-anak, pada uang rupiah yang
bergambar Pak Harto berapakah nilai rupiahnya?”
Murid-murid menjawab, “Lima puluh ribu, Bu Guru!”
Bu Guru bertanya lagi, “Sekarang perhatikan, pada uang rupiah yang
bergambar monyet di hutan berapakah nilai rupiahnya?”
Murid-murid menjawab, “Lima ratus, Bu Guru!”
Untuk mentest kekuatan penalaran murid-muridnya, dengan penuh
selidik, Bu Guru bertanya, “Jadi apa kesimpulan yang dapat kita tarik dari
gambar dan nilai masing-masing uang rupiah tersebut anak-anak?”
Murid-murid secara serempak menjawab, “Lima puluh ribu dibagi lima
ratus adalah seratus, Bu Guru. Jadi menurut mata uang kita, Pak Harto sama
nilainya dengan seratus monyet di hutan, Bu Gur

Titit dan Tutut

Kita masih ingat ketika aktor agak terkenal Indonesia, Ongky Alexander
menikah dengan Paula, anak buah Mbak Tutut, (yang konon kabarnya suka
berlesbi-ria dengan Tutut … konon lho).

Beberapa minggu setelah pernikahan mereka, seorang wartawan kita
menanyakan pengalaman pertama Paula bersama Ongky, “Bagaimana
pendapat Mbak Paula, mengenai pengalaman malam pertama bersama
Ongky?”

“Wah, … ternyata titit lebih enak daripada Tutut!,” jawab Paula dengan
antusiasnya.

Tes Kelinci

Kepolisian, ABRI, dan badan intelejen BIA saling menyombong bahwa
merekalah yang terbaik dalam menangkap penjarah yang sedang marak saat
sekarang. Soeharto merasa perlu untuk melakukan tes terhadap hal ini.
Soeharto melepas seekor kelinci kedalam hutan dan ketiga kelompok
pengikut tes di atas harus berusaha menangkapnya

BIA masuk ke hutan. Mereka menempatkan informan-informan di setiap
pelosok hutan itu. Mereka menanyai setiap pohon, rumput, semak dan
binatang di hutan itu. Tidak ada pelosok hutan yang tidak di interogasi. Setelah
tiga bulan penyelidikan hutan secara menyeluruh akhirnya BIA mengambil
kesimpulan bahwa kelinci tersebut ternyata tidak pernah ada.

ABRI masuk ke hutan. Setelah dua minggu kerja tanpa hasil, mereka
akhirnya membakar hutan sehingga setiap mahluk hidup didalamnya
terpanggang tanpa ada kekecualian. Akhirnya kelinci tersebut tertangkap juga
hitam legam, mati ... tentu saja.

Kepolisian masuk hutan. Dua jam kemudian, mereka keluar dari hutan
sambil membawa seekor tikus putih yang telah hancur-hancuran badannya
dipukuli. Tikus putih itu berteriak-teriak: “Ya ... ya ... saya mengaku! Saya
kelinci! Saya kelinci!”